Oleh: Ust. Nursodiq, Kerohanian RT 20/04
Menanamkan akidah yang kokoh adalah tugas utama orangtua. Orangtualah yang akan sangat mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya sendi-sendi agama dalam diri anak.
Hampir setiap orangtua mengeluhkan betapa saat ini sangat sulit mendidik anak. Bukan saja sikap anak-anak zaman sekarang yang lebih berani dan agak ‘sulit diatur’, tetapi juga tantangan arus globalisasi budaya, informasi, dan teknologi yang turut memiliki andil besar dalam mewarnai sikap dan perilaku anak.
Rasulullah saw. bersabda: “Tiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah-Islami). Ayah dan ibunya lah kelak yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi (penyembah api dan berhala).” (HR. Bukhari)
Menjadi orangtua tertutama Ayah pada zaman globalisasi saat ini tidak mudah. Apalagi jika orangtua mengharapkan anaknya tidak sekadar menjadi anak yang pintar, tetapi juga taat dan salih. Menyerahkan pendidikan sepenuhnya kepada sekolah tidaklah cukup. Mendidik sendiri dan membatasi pergaulan di rumah juga tidak mungkin. Membiarkan mereka lepas bergaul di lingkungannya cukup berisiko. Lalu, bagaimana cara menjadi orangtua yang bijak dan arif untuk menjadikan anak-anaknya taat pada syariah?
Sebagai seorang ayah ia senantiasa sadar akan tugas dan tanggungjawabnya yang sedemikian besar. Sebelum ia mendidik anak-anaknya terlebih dahulu ia harus membekali dirinya dengan ilmu yang matang, akhlaq yang mulia, budi pekerti yang luhur dan kepribadian yang hakiki. Setelah itu barulah ia mendidik anak-anaknya dengan memberikan teladan yang baik dan uswah atau contoh yang benar dan memberikan pelajaran kepada mereka dengan sebaik-baiknya.
Seorang ayah memiliki tanggung jawab yang berat terhadap anak-anaknya, ia senantiasa mengajarkan anaknya untuk tidak melakukan kesyirikan dan perbuatan yang akan mengantarkan kepada kesyirikan, ia akan membekali anaknya dengan keimanan dan aqidah yang salimah, jauh dari kerancuan dan bid’ah, selamat dari khurafat dan bersih dari kebimbangan dan keraguan.
Dimulai Sejak Dini
Seorang datang kepada Nabi Saw dan bertanya, " Ya Rasulullah, apa hak anakku ini?" Nabi Saw menjawab, "Memberinya nama yang baik, mendidik adab yang baik, dan memberinya kedudukan yang baik (dalam hatimu)." (HR. Aththusi).
Seorang ayah juga memiliki tanggungjawab pendidikan terhadap anaknya dari sejak lahir hingga usia baliqh. Ia harus mencarikan nama yang baik bagi anaknya, melaksanakan aqiqah pada hari ke -7 , mencukur rambutnya, dan mengkhitannya.
Seorang ayah harus berbuat adil dalam memberikan kasih saying kepada masing-masing anaknya. Tidak boleh pilih kasih dan memanjakan sebagian dengan menelantarkan lainnya. “Bertakwalah kepada Allah dan berlakulah adil terhadap anak-anakmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam pendidikan ilmiyah, seorang ayah memiliki fungsi sebagai guru pertama sebelum sang anak dilepas kepada guru disekolahnya. Seorang ayah harus terlebih dahulu membekali mereka dengan pemahaman yang benar, memberikan semangat dalam belajar dan menuntut ilmu, mengarahkan mereka kepada ilmu-ilmu syariat yang bermanfaat, dan menjauhkan dari ilmu-ilmu yang merusak dan menyesatkan.
Sang ayah tidak boleh mengarahkan anaknya untuk hanya mempelajari ilmu dunia dengan melalaikan akhiratnya, sebaliknya ia harus mengarahkan anaknya untuk mempelajari ilmu yang akan mendekatkan anaknya kepada Allah SWT dan kecintaan kepada kehidupan akhiratnya.
Kaitannya dengan perkembangan motorik, sang ayah harus jeli memberikan permainan kepada anak-anaknya, tidak boleh bagi sang ayah membelikan mainan-mainan yang diharamkan atau masih mengandung subhat, misalnya dadu, kartu, lotre, dan permainan lainnya yang merusak akal dan jiwa mereka. Sang Ayah diperbolehkan untuk memberikan mainan berupa boneka, mainan plastik, berbentuk orang/ tentara, binatang dan lainya, atau permainan lainnya yang dapat meningkatkan gerak motorik anaknya.
Membentuk Remaja Tangguh
Penanaman akidah pada anak harus disertai dengan pengenalan hukum-hukum syariah secara bertahap. Proses pembelajarannya bisa dimulai dengan memotivasi anak untuk senang melakukan hal-hal yang dicintai oleh Allah, misalnya, dengan mengajak shalat, berdoa, atau membaca al-Quran bersama.
Yang tidak kalah penting adalah menanamkan akhlâq al-karîmah seperti berbakti kepada orangtua, santun dan sayang kepada sesama, bersikap jujur, berani karena benar, tidak berbohong, bersabar, tekun bekerja, bersahaja, sederhana, dan sifat-sifat baik lainnya.
Dalam pendidikan jasmani, seorang ayah harus mencari nafkah dan rizki yang halal dan baik bagi anak-anaknya, membiasakan mereka berolahraga dan kegiatan lainnya yang berfungsi untuk pertahanan fisik. Semua itu merupakan tuntunan nabi yang menjadi kewajiban bagi seorang ayah. “Ajarkan putera-puteramu berenang dan memanah.” (HR. Ath-Thahawi).
Dalam melaksanakan ibadah, seorang ayah harus bersifat tegas kepada anak-nakanya, ia harus mengarahkan mereka untuk melaksanakan sholat pada sat umur tujuh tahun, dan memukul mereka dengan pukulan untuk mendidik jika mereka tidak mengerjakannya padahal sudah berumur sepuluh tahun.
Sang ayah juga berkewajiban untuk melatih sang anak melaksanakan ibadah shaum di bulan Ramadhan sedini mungkin, bahkan juga dengan shaum-shaum sunnah yang lain. Seorang ayah tidak boleh membiarkan anaknya melalikan sholat, meninggalkannya tidak berpuasa dibulan ramadhan serta ibadah-ibadah lainnya yang seharusnya telah dikenalkan sejak awal.
Dalam kegiatan sosial, seorang ayah harus melatih anak-anaknya agar mereka mgerti kan kewajiban hidup bermasyarakat. Ia harus membiasakan anak-anaknya untuk saling menolong, menjenguk saudara dan familinya yang sakit, mengunjunginya untuk menyambung hubungan silaturahmi, mencarikan teman sebaya yang akan membantunya dalam proses pergaulan, menghindarkan dari kawan yang jahat dan mengarahkan mereka untuk dapat hidup mandiri dalam menghadapi persolan-persolaan yang sedang dihadapinya.
Terkait dengan adab dan sopan santun dalam berpakaian, sang ayah harus membiasakan anaknya untuk selalu menutup aurat, berpakaian yang sesuai dengan tuntutan syariat, menghindari pakaian-pakaian yang dilarang.
Juga tidak membolehkan anak-anaknya (yang laki-laki) untuk memakai perhiasan yang dilarang, seperti cincin emas, kalung, apalagi anting-anting yang jelas-jelas haram karena menyerupai wanita. Jika anaknya adalah perempuan, maka harus dibiasakan berjilbab, menggunakan pakaian yang tidak menampakkan lekuk tubuh, jauh dari perangai jahilliyah dan tidak menyerupai pakaian laki-laki.
Sang ayah harus menjauhkan anak-anaknya dari segala yang akan merusak akal, pikiran dan jiwa anaknya. Anak tidak boleh dikenalkan dengan obat-obatan terlarang, majalah yang merusak, lagu, musik, televisi dan film yang merusak akal dan pikiran sehat mereka. Sang ayah harus mengawasi, membatasi dan mengarahkan kepada hal-hal yang bermanfaat seperti berita dunia islam, acara tausiyah dan pengajian atau materi lainnya yang mendukung perkembangan islamiyah anak. ***
.